Pada berbagai kesempatan Presiden Jokowi mengemukakan gagasannya tentang poros maritim Indonesia dan terakhir secara formal disampaikan pada pertemuan Forum KTT Asia Timur di Myanmar. Karena gagasan tersebut masih dianggap konsep gagasan pribadi Jokowi; maka banyak kalangan yang salah memahaminya antara lain :
Mantan Kabais Laksda TNI Purn. Soleman B. Ponto, yang menyebutkan gagasan ini sebagai pepesan kosong karena baginya gagasan poros maritim Jokowi itu hanya bicara tentang aspek kelautan yang sempit (bukan konsep maritim) dan arah pembangunan kemaritiman yang dicita-citakan pemerintah Jokowi akan semakin tak jelas.
“Padahal pembangunan kemaritiman adalah harapan dari masyarakat kawasan Indonesia Timur. Dengan demikian harga semen di Papua tetap selangit,” kritiknya.
Direktur Archipelago Solidarity Foundation, Angelina Pattiasina saat berbicara dalam diakusi bertema “Menyingkap Kepentingan Asing pada Proyek Tol Laut”, Rabu (17/12), belum banyak mendengar seperti apa realisasi tol laut.
“Belum jelas apakah tol laut itu hanya pembangunan pelabuhan laut semata atau seperti apa,” kata Angelina.
“Selama ini yang mengkhawatirkan kita semua, bukan Indonesia yang mengambil manfaat dari posisi strategis itu, justru Indonesia dimanfaatkan negara tetangga secara beramai-ramai,” ujarnya.
“Jadi, secara khusus pemerintahan harus memperhatikan kawasan Timur Indonesia, karena kawasan ini sangat jauh tertinggal dari kawasan Barat, sehingga berpotensi menjadi korban dari pelaksanaan pasar bebas,” demikian Angelina.
Hal kurangnya pemahaman Jokowi juga diakui oleh rekan separtainya dari PDI-P(Adam Rukhiatna) yang menegaskan bahwa latar belakang Jokowi yang dilahirkan dan dibesarkan di Solo dalam budaya Jawa Tengah pada dasarnya berbasis budaya daratan. Oleh karena itu rekannya tersebut mengajak kita untuk membantu Jokowi agar konsep yang dikembangkannya tidak sesat dan membawa malapetaka bagi masa depan bangsa ini.
Konsep tol laut yang bakal dikembangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan membangun 24 pelabuhan tereintegrasi akan memakan dana yang tidak sedikit, Bappenas memperkirakan kebutuhan investasi pelabuhan tersebut sekira Rp424 triliun. Bila diperhitungkan pula investasi untuk pengadaan kapal-kapalnya Jokowi mematok kebutuhan investasi sebesar Rp700 triliun.
Suatu investasi sebesar itu bila tidak diletakkan dalam suatu kerangka perencanaan ekonomi Indonesia yang berkesinambungan maka akan menimbulkan penggalan-penggalan proyek sektoral yang tidak terintegrasi, hal inilah yang harus dicegah karena dapat menimbulkan malapetaka kita sebagai bangsa.
Mari kita kaji satu persatu kelemahan lima pilar poros maritim Jokowi tersebut;
Pilar Pertama, akan membangun kembali budaya maritim Indonesia. Sebagai negara yang terdiri dari 17 ribu pulau, bangsa Indonesia harus menyadari dan melihat dirinya sebagai bangsa yang identitasnya, kemakmurannya, dan masa depannya, sangat ditentukan oleh bagaimana kita mengelola samudera.
Artinya; budaya maritim yang akan dikembangkan tersebut merupakan suatu konsep jangka panjang yang memerlukan perubahan paradigma proses pendidikan dan proses pembudayaan yang bersifat lintas kabinet dan bahkan lintas generasi. Oleh karena itu pilar pertama ini tidak mungkin terlaksana dalam pemerintahan Jokowi saja.
Pilar Kedua, akan menjaga dan mengelola sumber daya laut, dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut, melalui pengembangan industri perikanan, dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama.
Terlihat jelas pilar kedua ini hanya menyangkut satu segmen sumber daya laut yang terfokus hanya kepada sektor pangan laut yang menyangkut perikanan, dan nelayan; jelas sumber daya laut kita jauh lebih luas dari itu, sebagai negara yang mempunyai potensi biodiversity terbesar kedua di dunia, sumber daya laut kita mencakup pula sumber-sumber pangan lainnya seperti, alga mikro spirulina. Di lautan biru Indonesia terkandung 35.000 spesies biota laut, 910 jenis karang, 13 spesies lamun, 682 spesies rumput laut, 2.500 spesies moluska, 6 spesies penyu, 29 spesies paus dan lumba-lumba, dan lebih dari 2.000 spesies ikan hidup, keanekaragaman hayati ini merupakan sumur-sumur emas industri bioteknologi.
Sedangkan disektor energi, kekayaan laut Indonesia mengandung 60 cekungan raksasa migas di lepas pantai Nusantara. Sekitar 320,79 miliar barrel minyak bumi diperkirakan berada di Nangroe Aceh Darussalam; 850 TCF hidrat gas alam diperairan selatan Sumatera Selatan, 625,4 TCF di selatan Jawa Barat, dan 233,2 TCF diperairan Sulawesi. Total cadangan 1.780,6 TCF hidrat gas alam ini akan menjadi sumber gas raksasa untuk memenuhi kebutuhan energi negeri ini lebih dari 200 tahun. Potensi energi lainnya yang dapat didulang dari laut, namun belum termanfaatkan adalah energi pasang surut air laut(tidal power), energi gelombang laut(wave energy), dan energi suhu laut(ocean thermal energy). Berdasarkan perhitungan Asosiasi Energi Laut Indonesia (ASELI) pada tahun 2011, ketiga energi laut ini memiliki potensi praktis sebesar 49 Giga Watt (GW).
Potensi sumber daya laut disektor kesehatan yang cukup besar itupun luput dari pandangan Jokowi misalnya, bioteknologi kelautan dapat melakukan riset lanjutan terhadap pelbagai jenis senyawa bioaktif dalam bunga karang (sponge) dan karang lunak (soft corals) yang diyakini bisa menjadi obat
anti kanker, anti bakteri, anti asma, dan anti fouling. Timun laut atau teripang kini semakin dicari karena diketahui memiliki kandungan asam amino esensial lengkap. Walhasil teripang dapat menjadi obat khasiat untuk pelbagai penyakit, mulai dari diabetes melitus, jantung koroner,
hepatitis, hingga radang sendi. Indonesia adalah surga teripang yang memiliki 200 dari 1.200 spesies teripang dunia.
Pilar Ketiga, akan memberi prioritas pada pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim, dengan membangun Tol Laut, deep seaport, logistik, dan industri perkapalan, dan pariwisata maritim.
Di pilar ketiga ini kelemahan konsep Jokowi adalah dalam melihat konektivitas sebatas tol laut yang menghubungkan matra kelautan saja, Jokowi mengabaikan kebutuhan konektivitas yang menyangkut matra darat dan matra udara, yang ketiga matra tersebut (laut,darat, dan udara) merupakan satu kesatuan konektivitas negara berbentuk benua maritim yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Pilar Keempat, melalui diplomasi maritim, mengajak semua mitra-mitra Indonesia untuk bekerjasama di bidang kelautan ini. Bersama-sama kita harus menghilangkan sumber konflik di laut, seperti pencurian ikan, pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan, dan pencemaran laut.
Ketidaksiapan Jokowi menghadapi diplomasi maritim dapat dicermati sebagai berikut : seperti diketahui secara geologi keadaan geologi bawah laut yang termasuk South China Basin, suatu cekungan yang terbukti mengandung Hidrokarbon (minyak mentah dan gas) baik itu yang Konvensional maupun yang Non Konvensional. Potensi minyak mentahnya adalah 8 milyard barrel dan gasnya 190 TCF (trilion cuft), menurut US Energy Information dan USGS.
Jokowi dalam menjawab pertanyaan Prabowo telah gagal tangkap pertanyaan, karena tidak tahu apa yang sedang terajdi disana dan apa latar belakangnya. Jadi jawaban Jokowi adalah hanya “nice try”, dilarikan kearah diplomasi, dimana Jokowi merasa “Kompeten”. Sehingga jawabannya ..ya meleset ; “Kalau Indonesia ada kepentingan ya ikut, kalau tidak ada ya buat apa (jelas tidak ngerti persoalan dan maksud pertanyaan).
Mengajak semua mitra-mitra di bidang kelautan Indonesia tanpa memahami secara mendalam permasalahannya tentunya akan berakibat dimanfaatkannya kepentingan Indonesia bagi kepentingan asing seperti dikhawatirkan oleh banyak pihak.
Pilar Kelima, sebagai negara yang menjadi titik tumpu dua samudera, Indonesia memiliki kewajiban untuk membangun kekuatan pertahanan maritim. Hal ini diperlukan bukan saja untuk menjaga kedaulatan dan kekayaan maritim, tetapi juga sebagai bentuk tanggung jawab dalam menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritim.
Angelina Pattiasina selaku Direktur Archipelago Solidarity Foundation mengatakan, sesungguhnya agak keliru jika hendak mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Sebab, secara lahiriah, jelas dia, geografis Indonesia memang sudah berada di tengah, diapit dua benua dan dua samudera.
Menurut dia, bukan mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim, tapi mengambil manfaat sebesar-besarnya dengan posisi yang strategis ini. “Selama ini yang mengkhawatirkan kita semua, bukan Indonesia yang mengambil manfaat dari posisi strategis itu, justru Indonesia dimanfaatkan negara tetangga secara beramai-ramai,” ujarnya.
Langkah Strategis Yang Perlu Diambil
Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang luar biasa. Negeri ini mendapat julukan sebagai negara zamrud katulistiwa, menjadi salah satu negara dari sejumlah kecil negara di dunia yang mempunyai keberagaman budaya dan lingkungan hayati yang tinggi. Negara kepulauan yang indah ini membentang 5.000 km, dari 95o sampai 141o Bujur Timur dan 2.000 km dari 6o Lintang Utara
sampai 11o Lintang Selatan. Sekitar 70% wilayah Indonesia berupa air dengan luasan mencapai ± 3.2 juta km2. Hal yang sangat unik adalah bahwa, perairan antar ke 13.000 pulau penyusun zamrud khatulistiwa tersebut merupakan perairan laut dangkal, berbeda dengan laut dalam yang mengelilingi wilayah Indonesia. Oleh karena itu negara Indonesia disebut sebagai Negara Benua Maritim.
Bila kita ingin menegakkan konsep Indonesia sebagai Negara Benua Maritim maka paling tidak 3 langkah strategis perlu dipersiapkan secara matang :